Zero Waste Dalam Kegiatan Belajar – Istilah zero waste diambil dari bahasa Inggris yang berarti zero waste, diperluas menjadi no atau free waste. Dengan kondisi yang dianggap darurat. Sampah masih terlihat dimana-mana. Permasalahan sampah yang menumpuk di pinggir jalan atau di sekitar pasar dan pemukiman juga sangat mengkhawatirkan. Awalnya, sampah mungkin dianggap sepele. Seiring berjalannya waktu, sampah sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. Perilaku atau karakter masyarakat nampaknya masih sangat sadar akan bahaya sampah. Sampah di selokan, sampah di pemukiman warga, sampah di pusat perbelanjaan khususnya pasar tradisional, bahkan sampah di sekitar perkantoran dan sekolah. Hal ini menunjukkan cara berpikir yang buruk terhadap sampah.

Perilaku masyarakat di jalan saat mengendarai kendaraan adalah masih membuang sampah baik sepeda motor maupun mobil. Kebiasaan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai juga sangat terlihat. Kebanyakan dari mereka masih membuang sampah rumah tangga ke sungai, hal ini sangat berbahaya, penumpukan sampah sangat luar biasa sehingga petugas kebersihan kewalahan bahkan tidak mampu menanganinya. Sampah yang menumpuk di sungai ternyata menimbulkan bau yang menyengat dan menimbulkan polusi udara. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat sekitar. Ketika diadakan acara-acara besar di tingkat RT, RW, desa, kecamatan, kota, provinsi, nasional bahkan internasional tentu sangat memprihatinkan. Seusai kegiatan, banyak sampah berserakan. Peserta sembarangan membuang sampah di jalan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap dan perilaku masyarakat masih kurang pengetahuannya tentang sampah, padahal sampah tersebut merupakan sisa makanan yang dikonsumsi selama beraktivitas. Penyelenggara biasanya bertanggung jawab atas kebersihan. Namun perlu adanya sosialisasi mengenai darurat sampah akibat perilaku buruk terhadap sampah.

Baca juga: 5 Daftar Perguruan Tinggi Terbaik di Aceh, Negeri dan Swasta

Kegiatan Sekolah tentang Zero Waste

Program zero waste yang dicanangkan Pemprov NTB merupakan aksi balas dendam. Dimulai dengan mensosialisasikan program-program yang hanya dibahas di atas kertas. Perlahan-lahan hal ini mulai diterapkan langsung oleh warga sekolah. Berawal dari kesadaran akan pentingnya kebersihan. Pisahkan sampah organik dan anorganik dengan menyiapkan tempat sampah yang sesuai untuk sampah tersebut. Perilaku hidup bersih, bersih diri, bersih fasilitas, dan bersih lingkungan. Penyediaan fasilitas cuci tangan umum mendorong pengurangan sampah plastik, yaitu dengan menggunakan wadah isi ulang dibandingkan menggunakan atau mengonsumsi minuman kemasan plastik. Galon air mineral disediakan di ruang guru. Guru menggunakan botol isi ulang yang disediakan sekolah atau membawanya sendiri.

Kemudian pengolahan sampah juga merupakan upaya yang telah dilakukan. Pengolahan sampah plastik dilakukan oleh tim sekolah sehat. Jadi sampah plastik dikumpulkan lalu diolah menjadi barang yang bisa digunakan. Program ecobrick juga dilaksanakan yaitu dengan mengumpulkan sampah plastik berupa botol minuman, kemudian menambahkan sampah plastik kemasan makanan ringan dan mengolahnya menjadi barang yang bermanfaat. Upaya yang dilakukan adalah dengan mewajibkan warga sekolah khususnya siswa untuk membuat ecobrick di sekitar rumah dan dimanapun berada, kemudian mereka dihimbau untuk perlahan tapi pasti memasukkan sampah plastik ke dalam botol. Kemudian kumpulkan menjadi barang-barang berguna seperti piring makanan, tas, wadah. gelas, vas bunga dan lain-lain.