Transformasi Digital di Indonesia – Ekonomi digital Indonesia menyumbang 40% transaksi digital di ASEAN, menjadikannya pendorong pertumbuhan terbesar di kawasan ini. “Perekonomian ASEAN tumbuh sebesar 6% setiap tahunnya, dan diperkirakan mencapai US$ 1 triliun pada tahun 2030,” kata Kepala Pusat Kelembagaan Internasional Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ichwan Makmur Nasution.
Namun, pada saat yang sama, pertumbuhan luar biasa ini menghadirkan sebuah paradoks: selain memberikan peluang untuk meningkatkan produktivitas dan menjangkau lebih banyak pasar, pertumbuhan tersebut juga menciptakan tantangan berupa terbatasnya akses terhadap infrastruktur digital dan kesenjangan dalam keterampilan digital.
Pada Konferensi dan Expo Transformasi Digital Indonesia (DTI-CX) 2023, Ichwan berbicara dengan Ketua Komite Tetap KADIN Arif Ilham Adnan tentang bagaimana organisasi dapat bertransformasi secara digital secara inklusif, memberdayakan, dan berkelanjutan.
Menurut Ichwan, peran Indonesia adalah menjadikan ASEAN sebagai episentrum ekonomi digital. Pengguna internet ASEAN akan mencapai 460 juta orang pada tahun 2022 dengan sektor e-commerce memberikan kontribusi lebih dari US$ 130 juta pada tahun 2022. Saat ini sekitar 20-25 juta pedagang bertransaksi di platform e-commerce dan menciptakan 160.000 lapangan kerja langsung dan 30 juta lapangan kerja. tidak langsung.
Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan mengusulkan sejumlah inisiatif yang berisi pedoman pelaksanaan transformasi digital dalam skala regional yang inklusif, memberdayakan, dan berkelanjutan, tambah Ichwan.
Kader kepemimpinan digital
“Salah satu cara untuk mengatasi tantangan kesenjangan keterampilan digital adalah dengan meningkatkan kapasitas kepemimpinan digital di seluruh kementerian, lembaga, dan sektor swasta,” kata Arif yang juga pendiri Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI).
Arif menegaskan, besarnya potensi ekonomi digital tidak akan memberikan kontribusi positif jika tidak dikelola oleh para pemimpin digital yang mumpuni. “Kita membutuhkan lebih banyak pemimpin yang mampu beradaptasi di era digitalisasi yang sangat dinamis, kompleks, serta penuh ketidakpastian dan ambiguitas.”
Untuk itu KADIN membentuk Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI) yang berfungsi sebagai wadah berkumpulnya para pemimpin multisektor untuk belajar dan berkolaborasi, dengan pengajar ahli dari institusi pendidikan terkemuka di dunia seperti Harvard University, National University of Singapore dan Universitas Tsinghua.
“APDI memberikan pelatihan digital kepada para pimpinan pemerintahan tingkat atas di berbagai Sekolah Staf dan Administrasi Pemerintahan kementerian dan lembaga tentang bagaimana para pemimpin menyikapi dan mengambil keputusan terkait inovasi dan transformasi,” kata Arif.
Program pelatihan di APDI bukan berupa bimbingan teknis seperti pembuatan software atau aplikasi, melainkan bagaimana seorang pemimpin mampu menanamkan pola pikir yang cerdas, transformatif dan berbasis data untuk membantu peserta mengambil keputusan penting di setiap instansi yang dipimpinnya.
“Para pemimpin digital harus memahami bahwa data adalah sumber perekonomian baru, minyak baru. “Data dapat dijadikan bahan pengambilan kebijakan,” lanjut Arif.
Transformasi digital mendorong inklusi keuangan
Pada sesi diskusi panel, para pembicara mengeksplorasi lebih dalam peran transformasi digital dalam meningkatkan inklusi ekonomi. Diskusi panel menghadirkan para pelaku sektor perbankan, financial technology (fintech), dan layanan internet.
“Transformasi digital adalah hal terbaik yang pernah terjadi di Indonesia,” kata Chrisma Aryani Albandjar, Wakil Bendahara II Asosiasi Fintech (AFTECH) dan Komisaris DANA Indonesia.
Ia mencontohkan bagaimana transformasi digital dapat meningkatkan inklusi keuangan bagi warga Pulau Natuna yang secara geografis lebih dekat dengan Vietnam dibandingkan Jakarta. Di pulau berpenduduk sekitar 50.000 jiwa ini, kelangkaan rekening giro dan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tidak lagi menjadi masalah karena teknologi digital memungkinkan transaksi keuangan dilakukan melalui internet dan QRIS.
“Teknologi digital memungkinkan penduduk Indonesia di pulau-pulau terluar mendapatkan akses terhadap hak dan kewajiban ekonomi yang sama dengan mereka yang tinggal di kota-kota besar,” kata Chrisma.